Kue Tradisional yang Terlupakan

t. alya
6 min readMar 24, 2021

--

Nasib Para Pedagang Kue Tradisional di Tengah Pandemi Covid-19 #IdeaJournal_2

Sumber: Google

Halo semua! Di tugas Idea Journal kali ini gue mau ngejabarin beberapa hasil penemuan riset kecil-kecilan dan identifikasi masalah pada proses pemikiran kreatif yang gue lakuin. Tema besar yang digunakan untuk topik pembahasan kali ini adalah Pandemic Quick Fix, dimana gue diharuskan untuk mengidentifikasikan beberapa masalah yang terjadi akibat terjadinya Pandemi Covid-19 pada suatu sektor dan solusi apa yang dapat gue tawarkan. Without further ado, let’s jump to the topic!

Berawal dari keinginan untuk menyantap kue lumpur dan sebungkus putu mayang pada hari Minggu, gue memutuskan untuk bangun sepagi mungkin untuk beli kedua jajanan tersebut ke pasar pagi terdekat. Gue pergi ke Pasar Jengkol yang berlokasi dekat dengan kediaman gue di daerah Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Ketika sampai di pasar, yang sebenarnya nggak pagi-pagi banget itu, gue diherankan dengan keadaan gerai si penjual kue yang masih penuh dan utuh.

Kemudian gue iseng-iseng nanya ke si ibu penjual kenapa dagangannya masih utuh, padahal jam udah nunjukin pukul sembilan pagi yang notabene sudah terhitung siang untuk para pedagang di pasar pagi.

Beliau cuman berkata, “Yah namanya juga lagi Covid, neng. Orang-orang pada takut beli jajanan pasar, gak higenis katanya. Jangankan dibeli dagangan kita, ngeliat aja mereka pada ogah. Udah nasibnya kali ya, neng.

“Saya mah sebenarnya pasrah aja, neng. Apalagi ini lagi Covid, terus orang-orang juga pada takut keluar rumah. Sebelum Covid aja udah lumayan sepi peminat kue tradisional gini, ini ditambah penyakit lagi, ya atuh wasallam neng. Kalau mau omongin rugi mah yah pang rugi na. Tapi ‘da rezeki mah harus dijemput. Saya-nya juga masih kuat untuk dagang begini, jadi ya jalanin aja,” tutur Bu Marsinah panjang-lebar.

Pagi itu memang keadaan Pasar Jengkol terbilang relatif sepi. Hampir semua gerai penjual masih dipenuhi barang dagangannya, tak terkecuali gerai kue basah tradisional Ibu Marsinah. Berangkat dari situlah gue nemuin topik untuk tugas Idea Journal kedua ini. Gue mau ngelakuin riset sederhana terhadap impact Covid-19 ke para penjual kue basah yang biasa ada di pasar tradisional.

Artikel: Kumparan.com (atas); ayobogor.com (tengah); dan akurat.co (bawah).

Memang tidak dapat dipungkiri, selama wabah penyakit virus Covid-19 hadir di kehidupan kita, banyak sekali sektor yang dirugikan akibat adanya kebijakan pembatasan ruang bergerak masyarakat. Apalagi untuk sektor perekonomian yang menjadi tulang punggung kehidupan manusia.

Setelah kejadian hari Minggu pagi tersebut, gue akhirnya bersiasat untuk mencari-cari artikel yang nyinggung tentang permasalahan pedangan kue tradisional selama masa pandemi ini.

Dilansir dari Kumparan.com, nasib yang sama juga dialami oleh seorang pedagang kue tradisional di Kota Tangerang. Ibu Luluk Febria mengaku bahwa keadaan sehari-hari terasa semakin sulit akibat penurunan drastis omzet usahanya. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya angka produksi kue yang ia lakukan. Ia hanya mampu memproduksi kuenya sekitar kurang dari 100 buah dan itupun masih suka tersisah. Kue dagangannya banyak yang terbuang akibat sudah tidak ada lagi tempat atau gerai-gerai jajanan untuk menitipkan kuenya.

Hilangnya tempat-tempat penitiap kue dagangan Bu Luluk disebabkan oleh munculnya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Banyak sekolahan dan pasar tradisional yang ditutup sejak awal pandemi berlangsung. Kini beliau hanya mampu menitipkan daganannya di beberapa gerai yang masih buka di pasar. Walaupun pada kenyataannya, kue yang dapat dijual hanyalah sedikit. Ibu Luluk mengaku ia tidak dapat berhenti berjualan akibat kondisi ekonomi keluarganya yang semakin memburuk di masa pandemi ini (Kumparan, 2020).

Selain Ibu Luluk di Tangerang, keadaan serupa juga dialami oleh pedagang kue basah tradisional di Bogor, Pak Dedie. Melalui portal berita Ayobogor.com, Pak Dedie yang sudah berjualan sejak tahun 1998 juga mengalami kerugian yang serupa. Ia mengaku bahwa omzetnya menurun setengah dari yang ia dapatkan sebelum pandemi Covid-19. Menurutnya penurunan omzet ini disebabkan oleh dua hal, pertama akibat berkurangnya pelancong yang berkujung ke Kota Bogor dan kedua juga diakibatkan oleh berkurangnya pesanan untuk acara-acara seperti hajatan pernikahan.

Turunnya omzet Pak Dedie juga berdampak kepada para pemasok kue dari Paguyuban UMKM Bogor. Ia sebagai salah satu penampung kue tradisional buatan rumahan juga mengurangi pemasokan kue-kue lain ke dalam tokonya. Imbasnya sektor perekonomian di Bogor kian melemah.

Terakhir, nasib para pedagang kue tradisional di daerah Jakarta juga tidak jauh berbeda. Salah satu contohnya adalah nasib buruk yang melanda para pedagang kue tradisional di Pasar Kue Subuh Blok M. Melansir dari Akurat.co, pada Rabu (22/4/2020) keadaan Pasar Kue Subuh Blok M terpantau sepi baik dari pelanggan maupun para pedagang. Tentunya hal tersebut disebabkan oleh penerapan aturan PSBB oleh pemerintah setempat. Pada hari itu pun yang terlihat hanya sekitar 15 pedagang yang masih berjualan di pasar kue legendaris tersebut.

Salah satu narasumber yang berhasil diwawancarai oleh Akurat.co adalah Pak Budi yang sudah berjualan selama 20 tahun di pasar itu. Menurut pengakuan Pak Budi, kondisi pandemi ini adalah kondisi merugi terparah yang pernah ia alami selama berjualan. Omzetnya turun hingga 80% dari biasanya. Ia hanya mampu mengantongi untung sebesar 300 ribu rupiah selama pandemi ini terjadi. Itu pun hasil berjualannya dari pukul 03.00 sampai 08.00 pagi.

Pak Budi mengakui bahwa sepinya para pedagang di kawasan Pasar Kue Pagi Blok M akibat letihnya mereka untuk membuat aneka macam kue dan ternyata kue-kue tersebut tidak laku dijual. Para pedagang merasa jualannya sia-sia akibat banyak yang terbuang secara percuma. Pak Budi bahkan menambahkan bahwa ia sesungguhnya tidak takut dengan keberadaan virus Covid-19, ia lebih takut dagangannya tidak laku dan terbuang sia-sia, tuturnya secara gamblang. Di sisi lain, para pedagang kue tradisional seperti dirinya banyak yang tidak menemukan jalan keluar untuk permasalahan ini. Pak Budi menyatakan bahwa ia tidak sanggup jika harus berjualan secara online mengingat ia cukup gagap teknologi dan tidak mengetahui bagaimana cara kerja berjualan online (Akurat.co, 2020).

Sumber: Google

Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa kisah pedagang kue tradisional selama masa pandemi ini adalah mereka sama-sama dilanda kerugian yang cukup drastis. Dari ketiga daerah yang berbeda, mereka sama-sama harus merasakan penurunan omzet dan kehilangan para pelanggan. Bagi para pedagang yang memproduksi barang dagangannya sendiri, seperti Ibu Luluk dan Pak Budi, mereka juga harus mampu menyiasati biaya produksi agar tidak merugi berkali lipat. Sementara bagi para pedagang yang harus menampung kue dari produsen lain seperti Bu Marsinah dan Pak Dedie, juga harus merasakan banyaknya kehilangan pesanan dari berbagai macam pihak.

Kondisi di atas cukup menggambarkan bagaimana nasib para pedagang kecil yang tetap harus mengais rezeki walaupun dihantam oleh situasi genting seperti Pandemi Covid-19 seperti ini. Keempatnya terpaksa untuk tetap bertahan mengingat berdagang adalah satu-satunya pekerjaan yang dapat menyambung kehidupan mereka. Dari sini, baik masyarakat maupun pemerintah, harus mampu lebih aware kembali untuk memberikan solusi bagi para pelaku bisnis di level mikro. Sebaiknya harus ada kebijakan atau langkah penanganan yang dapat membantu permaslahan di sektor ini.

Well, gue rasa cukup sekian dari penjabaran riset kecil-kecilan ini. Semoga kedepannya kita dapat menemukan titik terang dari permasalah ini atau mungkin memberikan solusi yang lebih tepat guna. Sekian dari gue and see you on my next idea journal!

Referensi:

Kumparan. 2020. Nasib Penjual Kue Basah di Tangerang, Sepi Pesanan di Tengah Corona. Diakses melalui Kumpran.com: https://kumparan.com/kumparannews/nasib-penjual-kue-basah-di-tangerang-sepi-pesanan-di-tengah-corona-1t9UKZO4Zs0/full [Accessed 22 March 2021].

Khatimah, H., 2020. Pedangan Kue Basah Khas Bogor Terimbas Pandemi, Omzet Turun 50%. Diakses melalui AYOBOGOR.COM: https://www.ayobogor.com/read/2020/08/31/8347/pedagang-kue-basah-khas-bogor-terimbas-pandemi-omzet-turun-50 [Accessed 22 March 2021].

Hutagalung, A., 2020. Nasib Pedagang Kue Subuh Blok M di Tengah Pandemi: Pendapatannya Turun hingga 80 Persen. Diakses melalui AKURAT.CO: https://akurat.co/news/id-1091528-read-nasib-pedagang-kue-subuh-blok-m-di-tengah-pandemi-pendapatannya-turun-hingga-80-persen [Accessed 22 March 2021].

Copyright © 2021 all right reserved

--

--

t. alya

Welcome to a spesh page of twenty-one-year old Alya, who love to write about unconscious notions beyond her head while currently meddling her academic business.